Film Perahu Kertas
Jujur saja, setiap kali ada
buku yang diangkat ke layar lebar, saya selalu lebih suka dengan bukunya
ketimbang filmnya. Sebut saja Harry Potter, Memoirs of a Geisha, lalu film
Indonesia ada Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, dan yang terakhir kali saya
tonton : Perahu Kertas.
Dari buku, banyak sekali detail yang bisa saya nikmati.
Sedangkan dalam film, semua terbatas durasi. Selain itu, ketika membaca buku,
saya memiliki khayalan-khayalan sendiri di kepala, tentang satu tokoh, juga
setting cerita. Ketika menonton filmnya, semua jadi buyar.
Perahu Kertas adalah contoh paling dekat. Saat membaca
bukunya, bayangan saya sosok Kugy adalah cewek usil yang sangat lincah,
atraktif. Tapi Mayudi Ayunda yang memerankan Kugy langsung merusak imajinasi
saya itu. Kugy jadi sosok feminim, cantik, dan (sedikit lembut) dalam film.
Selain itu, alur dalam buku berurutan dan memancing rasa
penasaran untuk selalu membuka lembar demi lembar. Sedangkan saat menonton
filmnya, alur cerita menjadi begitu cepat. Saya tidak tahu, apakah orang yang
sama sekali tidak pernah baca buku Perahu Kertas akan mengerti alur cerita film
ini. Yang pasti, meski sudah dibagi dalam 2 film agar tak ada bagian yang
terpotong, saya tetap merasa alurnya terlalu cepat.
Entah saya yang terlalu teliti atau bagaimana, tapi ada
beberapa dialog dan adegan yang berubah dalam film Perahu Kertas. Dalam
bukunya, Kugy mencari Keenan dengan cara berteriak-teriak di stasiun kereta,
sampai langkahnya terhenti karena yang punya nama merasa dipanggil-panggil.
Tapi dalam film, Kugy hanya mengandalkan radar neptunusnya untuk mencari
Keenan. Kurang dapat “feel”-nya menurut saya setelah diubah begitu. Lalu saat
Noni dan Kugy akhirnya baikan lagi, dialognya berubah. Kalau yang sudah baca
bukunya pasti tahu perubahannya dimana. Kata-kata “bahwa sebetulnya elo
batman?” yang menurutku sangat lucu, justru dihilangkan. Lalu saat mereka
berada di kantin Pemadam Kelaparan. Dialog Kugy dan Keenan berubah.
Begitulah sekilas pendapat saya tentang film Perahu Kertas,
jika dibandingkan dengan bukunya. Nah, kalau soal akting, menurut saya Hanung
Bramantyo sudah sangat berpengalaman mengarahkan para pemainnya. Akting para
pemeran di film ini memang bagus-bagus. Pemilihan pemainnya pun tepat. Nama-nama
besar seperti Titi DJ, Tio Pakusadewo, Reza Rahadian, Ira Wibowo, August
Melasz, sudah sangat tepat berada di karakter tokohnya masing-masing di film
ini. Jadi memang tidak kecewa-kecewa
banget dengan film ini, malah beruntung sempat menontonnya dan menikmatinya
sebagai pelengkap buku.
Untuk penggemar Dewi Lestari, akan bertambah bahagia
melihat akting penulis favorit kita bersama ini dalam perannya di film ini.
Meski hanya tampil beberapa menit, akting Dee sangat alami menurut saya. Dua
jempol untuknya yang tampil elegan di film ini. Ya, secara keseluruhan, film
ini memang segar, sesegar cerita dalam bukunya. Jadi, jika hanya melenceng
sedikit dari bukunya, rasanya bukan hal signifikan yang harus dipermasalahkan.
Comments